Beranda | Artikel
Niat Yang Dibalas
Minggu, 10 Februari 2019

NIAT YANG DIBALAS

Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi Lc

عَنْ أَبِيْ بَكْرَةَ نُفَيْع بْنِ الْحَارِثِ الثَّقَفِيْ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِي النَّارِ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ الْمَقْتُولِ قَالَ إِنَّهُ كَانَ حَرِيصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ ((متفق عليه))

Dari Abu Bakrah Nufai’ bin al-Hârits ats-Tsaqafi Radhiyallahu anhu bahwasanya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: jika dua orang Muslim berperang dengan kedua pedangnya maka pembunuh dan yang terbunuh masuk neraka, aku bertanya: wahai Rasûlullâh ini bagi yang membunuh dan bagaimana yang terbunuh, Beliau menjawab: karena dia juga semangat untuk membunuh saudaranya [Muttafaqun ‘alaihi]

TAKHRIJ HADITS
Hadits ini dikeluarkan oleh al-Bukhâri rahimahullah dalam Kitab al-Imân no.31 dan Kitab ad-Diyât no. 6875 dan Muslim rahimahullah dalam Kitab al-Fitan no.2888, Abu Dawud rahimahullah dalam Sunannya no. 4268, an-Nasâ`i rahimahullah 7/125. Ahmad rahimahullah dalam al-Musnad no 20424 dan Ibnu Hibbân rahimahullah dalam Shahihnya no. 5945 dari jalan al-Hasan al-Bashri rahimahullah dari al-Ahnaf bin Qais  rahimahullah dari Abu Bakrah Radhiyallahu anhu.

BIOGRAFI SAHABAT
Abu Bakrah ats-Tsaqafi Radhiyallahu anhu bernama Nufai’ bin al-Hârits dan ada yang menyatakan Nufai’ bin Masruh Maula Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau lari dari Thâif dan berlindung kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta masuk Islam dihadapan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Diceritakan beliau dihukumi sebagai budak dan dimerdekakan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan diberi kunyah Abu Bakrah. Bani Tsaqif meminta kepada Rasûlullâh agar mengembalikan Abu Bakrah kepada mereka sebagai budak, lalu Nabi menolak dan berkata: Dia dimerdekakan Allâh dan dimerdekakan Rasul-Nya. [HR Ahmad 4/164 dan dikatakan pentahqiq kitab al-Musnad pada 29/71 isnadnya shahih].

Nabi mempersaudarakan beliau dengan Abu Barzah al-Aslami Radhiyallahu anhu. Beliau Abu Bakrah Radhiyallahu anhu seorang shalih, wara’ dan termasuk Sahabat pilihan.

Beliau menetap di kota Bashrah sehingga al-Hasan al-Bashri rahimahullah pernah berkata : Tidak tinggal di Bashrah dari Sahabat yang menetap disana lebih mulia dari Imrân bin Hushain dan Abu Bakrah.

Abu Bakrah Radhiyallahu anhu termasuk sahabat yang menjauhi fitnah pada peperangan Jamal dan Shifin dan tidak ikut serta berperang dengan salah satu pihak dan Beliau terus memperbanyak ibadah hingga meninggal dunia. Beliau juga memiliki anak-anak yang menjadi tokoh penting dan terkenal di Bashrah dengan harta yang berlimpah, ilmu yang banyak dan jabatan tinggi. Abu Bakrah Radhiyallahu anhu meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak 122 hadits.

Ketika beliau sakit berwasiat untuk dishalatkan oleh Abu Barzah al-Aslami dan ketika wafat beliau dishalatkan oleh Abu Barzah al-Aslami pada tahun 51 H atau 52 H. [Lihat biografinya pada Thabaqât Ibnu Sa’ad 7/15, al-Isti’ab fi Ma’rifat al-Ash-hâb;Ibnu Abdilbar 782 dan al-Ishabah;Ibnu Hajar 1239-1240]

SYARAH HADITS
Seorang Muslim adalah saudara Muslim yang lain tidak boleh menzholimi, merendahkan dan menghinakannya. Darah, harta dan kehormatannya haram dilanggar oleh Muslim lainnya. Ini adalah kaedah umum yang sudah ada dalam syariat Islam.

Al-Qur`an sendiri telah menancapkan tonggak dalam mengatur perseteruan antara dua kelompok kaum Muslimin dalam firman-Nya:

وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا ۖ فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَىٰ فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّىٰ تَفِيءَ إِلَىٰ أَمْرِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا ۖ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Dan jika ada dua golongan dari orang-orang Mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya.Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali, kepada perintah Allâh; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allâh), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allâh menyukai orang-orang yang berlaku adil. [Al-Hujurât/49:9]

Apabila perseteruan tersebut memuncak dan akal hilang dari hati kedua kelompok atau dua orang yang berseteru serta emosipun sulit terkendalikan, maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan ancaman dan peringatan pada kaum Muslimin dalam sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إِذَا الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَ

(jika dua orang muslim berperang dengan kedua pedangnya)

Bermakna setiap orang ingin membunuh yang lainnya lalu menghunus pedang dan demikain juga jika mereka mempersiapkan senjata yang lain seperti senapan api dan yang lainnya dari senjata yang dapat membunuh seperti batu dan yang sejenisnya!.

Penyebutan pedang disini sebagai contoh dan bukan untuk pembatasan senjata, bahkan jika dua orang Muslim berperang dengan senjata apapun yang menyebabkan kematian. Salah seorang dari mereka membunuh yang lainnya, maka pembunuh dan korban (yang terbunuh) masuk neraka, wal iyadzubillah!!

Pada keadaan yang menyesakkan ini Abu Bakrah Radhiyallahu anhu bertanya: هَذَا الْقَاتِلُ ? bermakna: masuknya neraka sudah jelas karena dia membunuh seorang Mukmin secara sengaja dan tidak secara benar, maka dia masuk neraka, Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

Dan barangsiapa yang membunuh seorang Mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah jahannam, Kekal ia di dalamnya dan Allâh murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. [An-Nisa’ /4:93]

Pernyataan Abu Bakrah kepada Nabi  : هَذَا الْقَاتِلُ ? merupakan kalimat Taslîm menurut istilah ilmu perdebatan, bermakna: Okelah bahwa pembunuh masuk neraka maka bagaimana korban yang terbunuh bisa masuk neraka?! Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

إِنَّهُ كَانَ حَرِيصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ

karena dia juga semangat untuk membunuh saudaranya.

Oleh karena itu dia membawa senjata pembunuh untuk membunuhnya. Tapi lawannya menang dan membunuhnya. Sang korban yang terbunuh masuk neraka karena niat membunuh dan usahanya melakukan sebab-sebab pembunuhan, dihukumi seakan-akan membunuh juga. Oleh karena itu Beliau berkata : karena dia juga semangat untuk membunuh saudaranya.

Disini Allâh Azza wa Jalla mencela niat yang menguasai kedua orang yang berperang tersebut. Niat ada diantara al-Hamm dan al-Azm. Al-Hamm adalah terbesitnya pikiran dalam jiwa tanpa konsistensi dan al-Hamm ini kadang seorang tidak dicela dan berdosa. Adapun al-‘Azm (tekad) adalah siap untuk berbuat sesuatu dan mengkonsistensikan jiwa padanya. Nah kedua orang yang berperang ini telah mengikat ‘azam mereka untuk saling membunuh.

Dalam hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan amalan tergantung kepada niat karena orang tersebut ketika berniat membunuh temannya, jadilah seakan-akan pelaku pembunuhan tersebut. Dengan demikian kita mengerti perbedaan antara hadits ini dengan sabda Rasûlullâh  Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مَنْ قُتِلَ دُونَ دَمِهِ ِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ أَهْلِه فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِه فَهُوَ شَهِيدٌ

Barang siapa yang terbunuh membela jiwanya maka dia syahid dan barang siapa yang terbunuh mempertahankan keluarganya maka dia syahid dan siapa yang terbunuh mempertahankan hartanya maka dia syahid[1]serta sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang orang yang datang merampas hartamu:

إِنْ قَتَلْتَهُ قَالَ هُوَ فِي النَّارِ إِنْ قَتَلَكَ قَالَ فَأَنْتَ شَهِيدٌ

Jika kamu membunuhnya maka dia di neraka dan jika dia membunuh mu maka kamu syahid.

Hal itu karena seseorang yang mempertahankan harta, keluarga, jiwa dan harga diri hanya menolak seorang jahat yang mengancam yang tidak bisa melawannya kecuali dengan membunuhnya. Dalam permasalahan ini jika perampas tersebut terbunuh maka dia masuk neraka dan jika terbunuh orang yang membela diri tersebut maka dia mati syahid. Inilah perbedaan diantar kedua hadits ini.

Dengan demikian jelaslah bahwa orang yang membunuh saudaranya karena ingin membunuhnya maka dia di neraka dan yang terbunuh oleh saudaranya dalam keadaan ingin membunuh saudaranya tersebut akan tetapi tidak mampu maka korban yang terbunuh tersebut juga di neraka.

Dalam hadits yang mulia ini Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan akibat akhir pembunuh dan korbannya adalah di neraka. Ibnu hajar berkata: al-Bazzâr mengeluarkan pada hadits al-Qâtil wal Maqtûl finnar tambahan redaksional yang menjelaskan maksudnya yaitu: (إِذَا اقْتَتَلْتُمْ عَلَى الدُّنْيَا فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِي النَّارِ) Apabila kalian saling bunuh karena dunia maka pembunuh dan korbannya di neraka. Hal ini juga dikuatkan oleh riwayat Imam Muslim dengan lafadz:

لاَ تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّى يَأْتِىَ عَلَى النَّاسِ يَوْمٌ لاَ يَدْرِى الْقَاتِلُ فِيمَ قَتَلَ وَلاَ الْمَقْتُولُ فِيمَ قُتِلَ ».فَقِيلَ كَيْفَ يَكُونُ ذَلِكَ قَالَ

 « الْهَرْجُ. الْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِى النَّارِ »

Tidak akan lenyap dunia hingga datang kepada manusia satu hari yang pembunuh tidak tahu mengapa membunuh dan korbannya tidak tahu mengapa dibunuh. Ada yang bertanya: Bagaimana itu terjadi? Beliau menjawab; al-Haraj (peperangan). Pembunuh dan korbannya di neraka.

Al-Qurthûbi berkata: Hadits ini menjelaskan bahwa pembunuh apabila tidak diketahui apakah mencari dunia atau mengikuti hawa nafsu maka dialah yang diinginkan dari sabda Rasûlullâh: “pembunuh dan korbannya dineraka”. [Fathûl Bâri 12/34].

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata: Adapun pembunuh dan korban termasuk ahli neraka difahami untuk orang yang tidak punya ta’wil dan peperangannya karena fanatisme dan sebagainya. Kemudian keadaan keduanya di neraka maknanya berhak masuk neraka dan kadang dibalas dengan hal itu dan kadang Allâh ampuni. Inila madzhab ahli al-Haq…..ketahuilah darah yang tertumpah antara sahabat bukan termasuk dalam ancaman ini. Madzhab ahlu sunnah dan al-Haq adalah berhusnuzhan kepada para Sahabat dan tidak membicarakan pertikaian yang ada diantara mereka serta memahami perangnya mereka sebagai mujtahid muta`awwil yang tidak bermaksud maksiat dan tidak ada unsur cari dunia sama sekali. Namun setiap pihak berkeyakinan berada dalam kebenaran dan lawannya adalah pemberontak sehingga wajib diperangi agar kembali pada ketaatan. Sebagian mereka benar dan sebagiannya berbuat salah yang berudzur dalam kesalahannya, karena berijtihad dan seorang mujtahid apabila salah tidak berdosa. Inilah madzhab ahlisunnah. [Syarh Shahih Muslim 9/18/10 dan lihat juga Fathûl Bâri 13/23-24]

Ath-Thabari berkata: Seandainya yang wajib dalam semua perselisihan yang terjadi antar kaum Muslimin adalah lari dengan tinggal dirumah dan meninggalkan pedang, tentu tidak akan dapat ditegakkan had (hukuman) dan dihilangkan kebatilan. Tentu saja akan ada kesempatan bagi ahli fusuq untuk melanggar larangan berupa merampas harta dan menumpahkan darah serta menawan para wanita dengan cara menyerang mereka dan kaum Muslimin diam tidak memerangi mereka dengan dalih ini adalah fitnah dan kita dilarang berperang padanya. Ini menyelisihi perintah menahan tangan-tangan orang bodoh. [Dinukil dari Fathûl Bâri 12/34].

KESIMPULAN
Ancaman yang terkandung dalam hadits ini sebagaimana dijelaskan Imam al-Khathâbi: Ditujukan kepada orang yang berperang karena permusuhan duniawiyah atau sebagai contoh ambisi mendapatkan kekuasaan. Adapun orang yang memerangi pemberontak atau membela diri lalu terbunuh, maka tidak masuk dalam ancaman ini karena itu diperbolehkan dalam peperangan secara syariat. [LihatFathûl Bâri 12/197].

Wallâhu a’lam

 FAEDAH HADITS

  1. Ada larangan membunuh seorang Muslim atau mengangkat senjata kearah wajahnya. Termasuk dosa besar adalah membunuh seorang Muslim tanpa haq.
  2. Bisikan jiwa ada lima tingkatan:
  • Al-Khâthir yaitu bisikan jiwa. Ini tidak berdosa
  • Al-Mail adalah kecenderungan. Juga tidak berdosa
  • Al-Hamm, ini kadang tidak berdosa dan kadang berdosa bila disertai dengan tekad dan amal.
  • Al-‘Azm yaitu tekad
  • Al-Amal.
  1. Dalam hadits ini juga terdapat dalil yang menjelaskan akan bahaya pembunuhan dan dia termasuk penyebab masuknya seseorang ke neraka.
  2. Diantara kewajiban para da’i adalah membongkar syubhat dan menghilangkan problem. Ini jelas dari keterangan Rasûlullâhn dalam hadits ini. Oleh karena itu Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: Juga terdapat dalil yang menunjukkan bahwa para Sahabat menanyakan kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam syubhat-syubhat dan Beliau menjawabnya. Oleh karena itu tidaklah kita mendapatkan dari kitabullah dan Sunnah satu syubhat kecuali telah ada jawabannya adakala dalam kitabullah dan sunnah itu sendiri tanpa ada pertanyaan dan kadang dengan munculnya pertanyaan dan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawabnya.
  3. Diantara hal tersebut:Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengkhabarkan bahwa Dajjal akan tinggal didunia selama 40 hari, hari pertamanya sama dengan setahun, keduanya sama dengan sebulan, ketiganya sama dengan sepekan dan sisa harinya sama dengan hari-hari kita biasa maka para Sahabat menanyakan Beliau hari yang sama dengan setahun apakah cukup kita shalat satu hari saja? Maka Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:“tidak, akan tetapi ukurlah dengan ukurannya”[2]
  4. Ini merupakan dalil yang sangat jelas yang menunjukkan hal itu tidak terdapat dalam al-Kitab dan Sunnah-AlHamdulillah- satu hal yang samar yang tidak ada jalan keluarnya (jawabannya) akan tetapi yang ada hanyalah ketidak mampuan akal manusia dalam mengenal jawabannya atau tidak optimal dalam mencari, merenungkan dan menelitinya sehingga satu perkara tertentu itu menjadi samar, adapun secara kenyataan yang sebenarnya tidak ada dalam al-Kitab dan Sunnah satu perkara yang samar kecuali telah ada jawabannya dalam al-Kitab atau Sunnah kadang langsung dan kadang berupa jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan para sahabat.
  5. Ada uslub Tanya jawab yang merupakan salah satu uslub dakwah.uslub ini bersandar pada percakapan interaktif antara da’i dengan mad’u dan bisa menarik perhatian audiens.
  6. Dihukum karena ‘Azam (tekad). Ibnu Hajar rahimahullah berkata:

Diambil hukum dari sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Artikel asli: https://almanhaj.or.id/11104-niat-yang-dibalas.html